`STILISTIKA, RETORIKA DAN PEMBANGUNAN

Edy Subali, Enie Hendrajati, Marsudi Marsudi, Hermanto Hermanto

Abstract


Manusia pemakai bahasa merupakan ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Kesempurnaannya justru karena manusia secara eksistensial bersifat labil. Ia selalu mempersoalkan adanya. Ia tidak pernah menganggap bahwa sesuatu bersifat final. Daur kehidupan manusia selalu berada dalam proses menjadi. Tidak pernah jadi-jadi. Oleh karenanya manusia berperadaban. Pertanyaannya, jika eksistensi manusia bersifat labil dengan ciri seperti tersebut maka apa dan bagaimana implikasinya terhadap pemakaian bahasa (stilistika dan retorika) dalam konteks pembangunan?

Ada dua kerangka berfikir yang akan dipakai untuk menjawab pertanyaan tersebut. Pertama, empirisme-positivisme memosisikan bahasa hanyalah representasi realitas, mirror of reality karena realitas dan kebenaran dianggap riil-faktual atau alamiah-objektif. Dengan logika berfikir tersebut maka orientasi pemakaian bahasa lebih ke arah kategori benar atau salah dan baik atau buruk. Logika berfikir ini akan memberi peluang untuk dimanfaatkan kelompok atau golongan tertentu yang secara politik dan ekonomi dominan untuk menghegemoni.

Kedua, logika berfikir kaum fenomenologis dan kritis. Realitas, makna, dan dunia menurut mereka hanyalah ada dalam kata atau bahasa. Dunia dalam kata atau bahasa tersebut hanyalah hasil berduel (retorika) dan konstruksi sejarah yang masih bersifat semu dan labil. Pertarungan atau duel itu merupakan konsekuensi logis bahwa realitas itu ada apabila sudah dalam bahasa. Bahasa sebagai sekretaris sang ada. Logika berfikir ini dapat bernilai positif-produktif karena dapat memberi peluang kepada manusia, masyarakat, dan bangsa yang sedang membangun untuk terhindar dari praktik-praktik sosial, politik, ekonomi, dan budaya yang bernuansa otoritarian-hegemonik.


Keywords


stilistika; retorika; pembangunan; fenomenologi; kritis; empirisme; positivisme

Full Text:

PDF

References


Dhakidae, D. (1996). Bahasa, Jurnalisme, dan Politik Orde Baru. In Y. Latif & I. S. Ibrahim (Eds.), Bahasa dan Kekuasaan Politik Wacana di Panggung Orde Baru (1st ed., pp. 246–251). Bandung.

Eriyanto. (2001). Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media (1st ed.). Yogyakarta: LKiS.

Hadiwijono, H. (1980). Sari Sejarah Filsafat Barat 2 (1st ed.). Yogyakarta: Yayasan Kanisius.

Heryanto, A. (1996). Bahasa dan Kuasa: Tatapan Posmodernisme. In Y. Latif & I. S. Ibrahim (Eds.), Bahasa dan Kekuasaan Politik Wacana di Panggung Orde Baru (1st ed., pp. 94–103). Bandung: Mizan.

Hidayat, K. (1996). Memahami Bahasa Agama Sebuah Kajian Hermeneutik (1st ed.). Jakarta: Paramadina.

Latif, Y., & Ibrahim, I. S. (1996). Prolog: Bahasa dan Kekuasaan: Politik Wacana di Panggung Orde Baru. In I. S. Latif, Yudi; Ibrahim (Ed.), Bahasa dan Kekuasaan Politik Wacana di Panggung Orde Baru (1st ed., pp. 15–45). Bandung: Mizan.

Leech, G. (1993). Prinsip-Prinsip Pragmatik (1st ed.). Jakarta: Universitas Indonesia.

Rakhmat, J. (2001). Psikologi Komunikasi (16th ed.). Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Suseno, F. M. (1992). Filsafat sebagai Ilmu Kritis (1st ed.). Yogyakarta: Kanisius.

Zoest, A. van. (1991). Fiksi dan Nonfiksi dalam Kajian Semiotik (1st ed.). Jakarta: Intermasa.




DOI: http://dx.doi.org/10.12962/j23546026.y2018i5.4429

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


View my Stat: Click Here

Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.