Membangun Infrastruktur Layanan Keuangan Digital pada Kawasan Terluar, Tepencil, Terisolir dan Tertinggal di Provinsi Kalimantan Barat
Abstract
Ketika melaksanakan kegiatan penelitian di beberapa daerah tertinggal, daerah terbelakang, kawasan perbatasan dan kawasan hutan pedalaman di Kalimantan Barat tahun 2015 yang lalu, ternyata hampir seluruh daerah yang penulis kunjungi, mulai kawasan perbatasan di Kabupaten Sambas, Bengkayang, Sanggau, Sintang dan Kapuas Hulu, atau kawasan hutan pedalaman di Kabupaten Kapuas Hulu, kawasan Tertinggal dan Daerah Terisolir di Kabupaten Kayong Utara; Provinsi Kalimantan Barat telah mendapatkan layanan “keuangan dan perbankan” secara baik; tidak saja dalam transaksi manual tetapi juga secara online yang dilakukan oleh sebuah koperasi yang lebih dikenal dengan sebutan Credit Union (CU).
Seterusnya, ketika penulis masuk dalam ranah pelayanan keuangan oleh CU kepada anggotanya di beberapa daerah itu, pengurus CU di daerah yang penulis kunjungi di atas telah memastikan bahwa transaksi keuangan bagi seluruh anggota telah terlayani secara baik dan transparan. Dikatakan juga bahwa transaksi keuangan itu sesungguhnya dilakukan secara online karena terintegrasi dengan system layanan yang telah terbangun di beberapa kantor pusat CU. Sebaliknya, keadaan serupa belum mampu dilakukan oleh bank operasi di kawasan-kawasan tertinggal itu. Namun, kami tetap belum ingin membuat simpulan bahwa komitmen CU ternyata lebih hebat dan lebih kokoh dibanding komitmen Bank Indonesia (BI); apakan lagi dibanding dengan komitmen Bank Operasional (BO) yang lebih berorientasi pada bisnis.
Paper ini mencoba untuk melihat kendala dalam pembangunan infrastruktur layanan keuangan digital (LKD) di Kalimantan Barat yang semestinya dapat dilakukan oleh pemerintah dalam rangka memberikan layanan public kepada masyarakat yang selama ini belum tersentuh oleh layanan bank (underbanked) dan anggota masyarakat yang pelayanan perbankannya masih sangat terbatas (unbanked). mengingat layanan LKD adalah bagian integral dari layanan public yang telah menjadi komitmen dari pemerintah di negeri ini. Bukankan kehadiran pemerintah adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia. Ketika jumlah mereka tidak dianggap cukup untuk diberikan pelayanan, apakah pemerintah dengan begitu saja meninggalkan mereka dan membiarkan hak-hak sebagai warga negara tidak terpenuhi di garis batas negeri? Kalau demikian adanya, maka kehadiran pemerintah di aras batas negeri patut dipertanyakan dan bahkan keberadaan mereka dianggap tidak penting dalam struktur pembentuk ekonomi politik di negeri ini.
Keywords
Full Text:
PDFReferences
P. S. and P. W. Pattie, Charles, Citizenship in Britain: Values, Participation and Democracy. Cambridge: Cambridge University Press, 2004.
Erdi, “Kebijakan Sapu Jagad Listrik Indonesia,” Kolom Edukasi Harian Pontianak Post, Pontianak, 17-Apr-2016.
Bappenas RI, “Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015 – 2019,” Jakarta, 2014.
DOI: http://dx.doi.org/10.12962/j23546026.y2017i5.3181
Refbacks
- There are currently no refbacks.
View my Stat: Click Here
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.