PELATIHAN PARADIGMA DAN METODE PEMBELAJARAN
Abstract
Persoalan yang dihadapi dunia pendidikan kita di antaranya sikap pembelajar terhadap
proses pembelajaran relatif kuang positif. Mereka tampaknya hanya bersekolah, belum
belajar. Bersekolah hanyalah seperti mengikuti tahapan-tahapan menjalani kehidupan
saja, layaknya jarum jam yang bergerak tanpa ruh.Rasa ingin bisanya (tujuan
psikomotor) cenderung sangat rendah. Ditandai oleh takut mencoba, takut salah, takut
malu jika tidak bisa. Seolah-olah salah itu tidak boleh, pertanda bodoh bahkan goblok.
Akibat lanjutannya, kebiasaan yang cenderung terbentuk adalah mencari jalan pintas,
seperti menyontek, mencontoh persis, kopi-paste, “bacem”, dan membeli ke biro jasa
skripsi. Bibit-bibit untuk membentuk manusia dengan karakter suka menerabas, tidak
peka mutu, tidak disiplin murni bahkan watak hipokrit sudah tampak menggejala. Tidak
bermental pegulat atau pengarum jeram. Bermental penerabas. Variabel yang menjadi
penyebabnya tentu sangat kompleks. Jangan-jangan budaya seneoritas, feodalisme, santun
ke atas telah ikut mengantar paradigma botol kosong yang harus diisi ke dalam dunia
pendidikan. Guru dan sekolah layaknya penguasa yang “leluasa” membentuk, mencetak
lulusan. Globalisasi menginspirasi elit pendidikan kita untuk memperbarui paradigma
pembelajaran, yang berakibat pada perubahan kurikulum, silabus, rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP), termasuk juga pendekatan dan metode pembelajarannya. Dengan
paradigma pembelajaran bahwa siswa laksana butiran emas yang masih penuh lumpur
maka prinsip yang perlu dijadikan kesadaran oleh para pendidik adalah bebaskan anak-
anak dari “penjajahan” sekolahan, termasuk oleh gurunya. Pendekatan penggalian dan
pengembangan potensi (butiran emas) oleh dirinya sendiri secara konsistenharus
ditanamkan dan digalakkan. Guru dan manajemen sekolah hanya memfasilitasi agar
tercipta atmosfer pembelajaran yang menyenangkan sehingga sekolah dan ruang-ruang
kelas laksana lahan subur yang di atasnya dapat tumbuh subur benih-benih unggul yang
penuh potensi. Guru bukan mengisi atau mengajar, tapi mengasah, mengasuh, menyulut,
menyadarkan, memakcomblangi. Iklim atau suasana pembelajaran harus menyenangkan.
Berarti, (a) fasilitas pembelajaran di sekolah harus memadai, (b) jumlah siswa per kelas
juga mempengaruhinya; semakin banyak jumlahnya semakin sulit mengendalikan dan
membuat suasana pembelajaran menyenangkan; (c) gaya komunikasi verbal dan
nonverbal oleh guru, terutama dalam proses pembelajaran harus sirkuler bukan linier,
harus demokratis bukan otoriter-doktriner, harus menyenangkan bukan membosankan dan
juga harus bersifat keibuan atau kebapakan bukan kelaki-lakian, keras, kaku dan
menakutkan.
Keywords
Full Text:
PDFReferences
De Porter, Bobi dkk. 2000. Quantum Learning Membiasakan Belajar Nyaman
dan Menyenangkan. Bandung: Kaifa
De Porter, Bobi dkk. 2001. Quantum Teaching Mempraktikkan Quantum
Learning di Ruang-Ruang Kelas. Bandung: Kaifa
Meier, Dave. 2003. The Accelerated Learning Hanbook Panduan Kreatif &
Efektif Merancang Program Pendidikan dan Pelatihan. Bandung: Kaifa
Mohammad Rosyid, Daniel. 2008. Pendidikan Nasional di Era reformasi Mau
Kemana? Surabaya: Penerbit SIC.
Mulyasa, E. 2008. Menjadi Guru Profesional menciptakan Pembelajaran Kreatif
dan Menyenangkan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Pannen, Paulina dkk. 1997. Belajar aktif dan Mandiri. Mengajar di Perguruan
Tinggi. Bagian Dua Program Applied Approach. Pusat Antar
Universitas untuk Peningkatan dan Pengembangan Aktivitas
Instruksional Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan
Wenger, Win. 2003. Beyond Memadukan Quantum Teaching dan Learning.
Bandung: Yayasan Nuansa Cendekia
DOI: http://dx.doi.org/10.12962/j24433527.v5i2.618
Refbacks
- There are currently no refbacks.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.